Minggu, 31 Januari 2010

pagaruyuang

Dikumpul Oleh: Riwayat
1. Sultan Alif
Masuknya agama Islam di Minangkabau memperkuat tata hidup atau adat masyarakatnya hingga timbul fatwafatwa baru, seperti:
-Adat basandi syarak
Syarak basandi Kitabullah
-Syarak man gato
Adat mamakai
Sultan Alif adalah raja pertama sesudah Aditiawarman, yang tidak lagi beragama Budha tetapi sudah beragama Islam di Minangkabau. Raja ini tidak memakai nama keturunan ‘Sri Maharaja Diraja’ lagi, melainkan memakai nama ‘alif’ yang sangat simpatik bagi orang-orang Islam, yang artinya bagi mereka adat Minangkabau tidak berkeberatan menerima agama Islam.
Walaupun kerajaan Pagaruyung masih memeluk agama Budha, sejak abad ke-15 sebagian dan daerah Minangkabau sudah memeluk agama Islam. Mulai pertengahan abad ke-16 pada zaman Sultan Alif keluarga raja dan Seluruh Alarn Minangkabau sudah memeluk agama Islam.
Pemerintahan bercorak desentralistis, berdasarkan Hukum Islam dan Hukum Adat, disebut Tungku Tigo Sajarangan, atau Tali Sapilin Tigo, yaitu:
•Yang Dipertuan Rajo Alam di Pagaruyung
•Rajo Adat di Buo
•Rajo Ibadat di Sumpurkudus
Di bawah itu terdapat semacam Dewan Menteri yang sangat terkenal dengan nama Basa Ampek Balai:
•Datuk Bandaro di Sungai Tarab
•Datuk Andomo di Saruaso
•Tuan Kadhi di Padang Ganting
•Datuk Makhudum di Sumanik
2. Kekuasaan Yang Dipertuan Agung Pagaruyung
Di zaman Sultan Alif, karena pçngaruh Aceh sudah ada daerah-daerah rantau Minangkabau yang melepaskan din, seperti Inderapura, ataupun yang diduduki Aceh, seperti Pariaman, Tiku, dan lain-lain. Namun kekuasaan Yang Dipertuan di Pagaruyung masih besar, meliputi:
1. Kuantan, Ceranti, Baserah, Kudaman, Pangian
2. Lima Kota: Seberahan, Semendalak, Benai, Kapak, Teluk Karl
3. Empat Kota Hilir: Kerasik Tawar, Gunung Ringin, Lubuk Jambi, Sungai Pinang
4. Dua Kota: Lubuk Ambacang dan Sungai Manan.
Daerah-daerah yang tunduk di bawah kekuasaan Minangkabau ialah: Siak, Indragiri, iambi, Batanghari, Sungai Pagu, Pasaman, dan Rao.
-Indragiri (abad ke-14) diwakili oleh Dt.Temenggung dan Dt.Patih. Pertengahan abad ke-15 dikuasai oleh Sultan Muhammad Syah dan Malaka yang kawin dengan puteri Raja Minangkabau.
-Batanghari diperintah oleh wakil Raja Minangkabau dikenal dengan nama Trang Panjang. Setelah Trang Panjang meninggal, Yang Dipertuan Pagaruyung
mengangkat ‘Tigo Selo’ di Pulau Punjung, Siguntur, dan Padang Lawas.
-Pasaman dan Rao memakai Hukum Nan Salapan:
A. Empat diluar:
Dt.Jando Lelo
Dt.Majo Basa
Dt.Sinaro Panjang
Dt.Batuah
B. Empat di dalam:
Dt.Rajo Magek
Dt.Indo Mangkuto
Dt.Bando Panjang
Dt.Bandaro Basa
3. Negeri Sembilan
Kedatangan orang-orang Minangkabau ke Negeri Sembilan diperkirakan pada abad ke-15. Petunjuk itu ialah dan sebuah makam yang terdapat di Sungai Udang di Linggi. Kata-kata yang dituliskan pada batu nisan dan bentuknya serupa batu bersurat di Batusangkar dan Pagaruyung. Dengan demikian terdapat petunjuk, bahwa Syekh Ahmad yang bermakam di situ berasal dan Minangkabau.
Sebelum Negeri Sembilan itu ada, sebuah kerajaan yang masyhur selama satu abad di bawah pemerintahan Sultan Mansor Shah (1459-1477) telah ada di kota Malaka. Waktu itu telah banyak orang-orang Minangkabau berdatangan mendiami Naning. Mereka mendarat masuk ke Tanah Melayu melalui pantai Malaka dan Kuala Kelang (Port Swettenham). Di Negeri Sembilan sampai sekarang terdapat sebutan ‘Bapangkalan di Malaka’, dan orang Minangkabau yang hendak ke Semenanjung mengatakan “Pai ka Kolang’.
Semenjak berdirinya sebuah kerajaan di Negeri Sembilan (1773) terjadilah gelombang-gelombang kedatangan orangorang Minangkabau ke Tanah Semenanjung:
• Datok Raja dengan isterinya Tok Sari beserta rombongan, dalam perjalanan singgah di Siak Sri inarapura, menyebet’ang ke Malaka, terus ke Johor, kemudian ke Naning, dan Rembau masuk ke Sen Menanti, lalu berhenti di Londar Naga. Sekarang tempat itu disebut Kampung Galau. Datok Raja adalah kerabat Dt.Bandaro di Sungai Tarab. Di Negeri Sembilan mereka membuat sebuah kampung terkenal dengan nama Kampung Sungai Layang.
• Sebuah rombongan lagi dan kerabat Dt.Makhudum di
Sumanik dua orang bersaudara Sutan Sumanik dan
Johan Kabasaran melalui jalan yang sama dengan Datok
Raja membuka sebuah kampung bernama Tanjong
Alam, sekarang terkenal dengan nama Gunung Pasir.
• Rombongan yang lain datang dan Serilamak daerah Payakumbuh diketuai oleh Dt.Putih seorang dukun dan ahli kebatinan. Dialah orang yang memberi nama tempat bertakhtanya Yang Dipertuan Besar Raja Negeri Sembilan dengan nama Sen Menanti.
• Orang-orang Minangkabau yang pertama datang ke Rembau ialah Dt.Lelo Balang dengan adiknya Dt.Laut Dalam dan Batu Hampar dengan pengining-pengiringnya dan Mungka.
• Kemudian menyusul pula rombongan-rombongan baru, membuka kampung-kampung baru di Rembau menurut nama-nama negeri asalnya, yaitu kampung Batu Hampar, Sungai Layang, Lubuk Rusa, dan Bintungan.
Demikianlah asal mulanya orang-orang Minangkabau ke Negeri Sembilan, yang setiap datang, mereka selalu menepat dan menemui orang-orang Minangkabau yang telah terdahulu tiba dan mereka.
Sebelum bernama Negeri Sembilan wilayah ini berada di bawah pemerintahan Sultan Malaka, kemudian waktu Malaka jatuh ke tangan Portugis diperintahi oleh Sultan Johor.
Pada tahun 1960 Kesultanan Johor dilanda oleh kekacauan yang ditimbulkan oleh Belanda dan orang-orang Bugis. Dan setelah keadaan semakin sulit, Sultan Johor menitahkan supaya orang-orang Negeri Sembilan yang banyak berasal dan Minangkabau, mencari seorang raja atau Sultan ke Minangkabau.
Raja Pagaruyung mengirirnkan seorang puteranya ke Negeri Sembilan bernama Raja Mahrnud kernudian dikenal dengan Raja Malewar dinobatkan jadi raja yang pertama tahun 1773 Negeri Sembilan. Ia dinobatkan di kampung Penajis di Rembau setelah menerima hak dan kekuasaan dan Sultan Johor. Sampai sekarang masih menjadi sebutan di Negeri Sembilan:
Beraja ke Johor
Bertali ke Siak
Bertuan ke Minangkabau
Dikatakan ke Johor, karena hak dan kekuasaan diterima dan Sultan Johor, disebutkan bertali ke Siak, karena Sultan Siak juga berasal dan Minangkabau.
4. Raja-raja dan Suku-suku
Raja-raja Negeri Sembilan yang bertakhta di Sen Menanti selalu didatangkan dan Pagaruyung. Alat kebesarannya ialah segulung rambut yang memenuhi sebuah cerana. Rambut itu dipergunakan sebagai alat kebesaran Berdaulat Raja pada setiap penobatan dan pengangkatan raja baru.
Alat itu dulu dibawa oleh Raja Malewar dan Pagaruyung, sampai sekarang maih disimpan dengan baik.
Raja Malewar mangkat tahun 1795, dan dikirimlah perutusan ke Minangkabau untuk mencari gantinya. Raja Pagaruyung mengirimkan raja baru, yaitu Raja Hitam yang memerintah di Negeri Sembilan sampai tahun 1808. Raja Hitam kawin dengan puteri Raja Malewar bernama Tengku Aishah. Sayang mereka tidak dikurniai anak. Lalu Raja Hitam kawin lagi dengan Encek Jingka dan mereka mendapat anak empat orang: Tengku Alang 1-lusin, Tengku Ngah, Tengku Ibrahim, dan Tengku Awi.
Setelah Raja Hitam Mangkat tahun 1808 Raja Pagaruyung mengirim lagi Raja Lenggang yang kawin dengan Tengku Ngah anak Raja Hitam. Mereka memperoleh dua orang anak Tengku Radin dan Tengku Imam. Raja Lenggang adalah raja penghabisan yang didatangkan dan Minangkabau. Setelah ia mangkat tahun 1824 ia digantikan oleh puteranya Tengku Radin yang merupakan raja pertama kelahiran Negeri Sembilan.
Adat yang dipakai Negeri Sembilan menurut istilah di sana ialah ‘Adat Perpateh’ (Dt.Parpatih Nan Sabatang)
Di sana terdapat 12 suku yang namanya menurut namanama negeri asal mereka. Dan Miriangkabau mereka datang dan Luhak Tanah Datar dan Luhak 50 Kota, dan Luhak Agam mereka datang lebih kemudian. Suku-suku yang 12 itu ialah: Tanah Datar, Batuhampar, Sen Lemak, Pahang, Sen Lemak Minangkabau, Mungka, Payakumbuh, Sen Malanggang, Tigo Batu, Biduanda, Tigo Nenek, Anak Aceh, dan Batu Belang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar